Pejuang - pejuang itu...

Aku pernah melihat raut wajah seorang pejuang, yang tatapan matanya penuh cita-cita untuk terus memberikan yang terbaik pada orang lain. Mereka adalah orang-orang yang dirindukan dan yang dibutuhkan kehadirannya. Hingga selepas hidupnya pun tetap dikenang. Salah satu yang akan kukisahkan adalah almarhum Pakde (beserta keluarganya) yang beliau adalah sepupu dari ibuku. Keluarga Pakde hidup bersahaja dan oleh karenanya termasuk menjadi panutan masyarakat. Aku yang sudah tidak punya kakek dan nenek merasa mendapat kasih sayang dari Pakde dan Budhe seperti dari sepasang kakek dan nenek sendiri. Mungkin karena usia mereka yang sudah kepala 6. Dan aku yang tidak punya kakak (karena anak pertama) merasa punya kakak dari putra-putri Pakde. Indah rasanya.

Semasa hidupnya, Pakde dan Budhe banyak memberi manfaat untuk warga disekitarnya. Salah satunya yaitu mengajar ngaji anak-anak kecil selepas maghrib dirumahnya. Biasanya Pakde, Budhe, adiknya Budhe (saat blm menikah), dan putra-putri Pakde-lah yang mengajar. Tp ya fleksibel dan gantian, klo putra-putri Pakde sdh plg dr kantor mereka baru bisa membantu. Aku yang beberapa kali mampir setelah pulang kuliah juga diminta membantu mengajar ngaji. Wah rame banget, ternyata susah ngajari anak2 ttg tajwid dan makhroj yg benar, lha hurufnya saja mereka masih suka lupa, hehe. Ya jelas lah ya orang msh kecil2. Eh tapi ada juga anak kls 3 SD yang cepat daya tangkapnya.

Pakde dan Budhe juga mulai merintis pengajian untuk ibu-ibu sekitar rumahnya. Disana blm terbentuk organisasi ibu-ibu pengajian seperti di perumahan2 yang pendidikan warganya tinggi2. Anak-anakanya tidak semua diajari mengaji, bisa jadi karena orang tuanya tidak semuanya bs mengaji atau karena kurang ‘bersemangat’ membekali anak2nya ttg ilmu agama. Bahkan ada yg sampai kena korban kristenisasi. Tp Alhamdulillah klo keluarga Pakde termasuk keluarga yg taat beragama dan beliau berhasil menyekolahkan ke3 anaknya sampai ke perguruan tinggi.

Pakdhe dan Budhe yg keduanya berasal dr Magelang dan termasuk pendatang di Semarang harus pelan2 menyesuaikan budaya dilingkungan barunya. Pengajian ibu-ibu sepekan sekali itu baru bisa dilakukan dirumah Budhe, terus dilakukan dirumah Budhe. Sehingga yang membuat aku salut yaitu beliau dengan telatennya mengagendakan, menjemput bola dan mengikhlaskan untuk memberi suguhan tiap pekannya. Jadi ibu-ibu yg datang tidak merasa terbebani jika suatu ketika harus digilir dirumahnya dan mengeluarkan biaya untuk menjamu tamu. Sedangkan untuk pengisinya, Budhe cukup punya referensi kenalan pembicara/ustadzah, atau terkadang belilau sendiri yang mengisi.

Pakdhe dan Budhe keduanya memang berlatar belakang sebagai guru. PNS. Dulu ketika putrinya masih SD, putrinya itu sering mengajak sahabat2nya u/belajar bersama sepulang sekolah. Sehingga Budhe terbiasa memberikan les gratis dirumahnya. Ya itung2 sambil nungguin anaknya belajar, sambil ngajari anak orang kan bisa dapat pahala. Salut deh, keluarga yang akademis klo kulihat. Kalau Pakdhe, beliau adalah guru SMK yang sampai akhir masa pensiunnya masih diminta sekolah untuk masih tetap mau mengajar. Karena kekurangan guru di sekolah itu. Dengan jiwa besar, selama 2 tahun lebih beliau masih mau mengajar di sekolah itu walaupun statusnya sudah pensiun. Subhanallah.

Klo tentang putra-putri Pakde, pelajaran yg bisa kuambil dari mereka yaitu mereka suka membaca dan mengoleksi buku-buku, pembelajar, ada yg suka melukis dan berwirausaha (mulai dari kos-kosan, warnet, kerudung, batik, tp sekarang yg eksis yaitu kos-kosan dan warnet saja).

Pada suatu hari, Pakde sakit. Beliau tidak selincah dan seramah biasanya ketika aku datang. Lebih banyak diam. Aku sudah merasa ada yang tidak enak, seperti sebuah firasat, namun hanya terlintas dan kemudian terlupakan, ya sudah begitu saja berlalu. Hari berganti hari sakitnya tambah parah karena sebelumnya dlm keadaan sakit beliau masih berusaha membetulkan genteng dan sempat terjadi keseleo/slh urat. Hingga suatu hari kuterima kabar bahwa beliau sudah dipanggil Allah SWT. Beliau meninggal dalam usia 63 tahun, sama seperti Rasulullah SAW. Semua merasa kehilangan.

Sebelum menutup mata beliau sempat berpesan pada istrinya kalau beliau meninggal nanti tidak usah diadakan pengajian peringatan 40 hari atau 100 hari walaupun dari masyarakat sudah terbiasa dengan hal itu. Beliau sudah berpesan bahwa boleh ada pengajian tapi sampai 3 hari saja dan bukan yasinan dan tahlilan seperti kebiasaan masyarakat, namun membaca Al Quran masing2 orang 1 juz/ khataman Qur’an dan dilanjutkan dengan tausiyah.

Begitu berhati-hatinya belliau sehingga ingin memberikan contoh pada masyarakat bahwa ketika melaksanakan sebuah kegiatan keIslaman hendaknya seperti yang dicontohkan Nabi. Ittiba’ Rasul. Selain itu juga mencerminkan kesederhanaan dengan hanya pengajian 3 hari (tidak 7 hari serta tradisi 40 hari dan 100 hari seperti masyarakat kebanyakan). Sedangkan dalam 3 hari pengajiannya itu, tausiyah yang diberikan oleh pembicara juga berisi nasehat pada masyarakat bahwa tradisi 7hari/40 hari/100 hari seperti di atas bukan merupakan suatu keharusan yang dilakukan masyarakat dan tidak dicontohkan oleh Nabi. Dengan bahasa yang santun dan komunikatif, hal ini perlu disampaikan karena dikhawatirkan akan memberatkan masyarakat yang berbeda2 ekonominya, selain karena Ittiba’ Rasul juga tentunya. Tema lain yang disampaikan yaitu juga mengenai iman kepada takdir dll. Nah disinilah point penting dakwah Islam yang beliau usahakan bahkan ketika beliau meninggal. Menyampaikan kemurnian ajaran Islam berdasar Al-Qur’an dan Sunnah.

Setelah Pakde meninggal, seorang putranya menemukan sepotong kertas bertuliskan terjemah surat Al Maidah ayat 3 yang ditulis oleh Pakde, yang berbunyi : “Pada hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.” Surat itu merupakan wahyu terakhir yang diturunkan Allah kepada Muhammad. Ternyata saat hampir meninggal, beliau sudah merasa akan dipanggil di usianya yg ke 63. Seolah seperti telah lega setelah menerima wahyu terakhir dari Allah yang mengabarkan bahwa telah disempurnakan agamanya. Semoga ini menandakan bahwa Allah telah memberikannya Khusnul Khotimah. Sehingga semoga kelak Allah berkenan memasukkan Pakdhe kedalam surga. Harapanku juga, semoga Allah membalas kebaikan Budhe dan memberikannya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka. Karena tidak akan berkurang harta yang pernah disedekahkan, justru akan ditambah dan digantikan oleh Allah Yang Maha Kaya dan Luas Rezeki-Nya. Amin.

Semoga kisah ini menginspirasi kita semua untuk terus berbuat kebaikan dan istiqomah di jalan dakwah walaupun tantangan selalu datang. Insya Allah.

Tentang SMS yang TIDAK DIBALAS

20.58 by Sinta_Fabriela 0 komentar
Beberapa jam yang lalu sebelum membuat tulisan ini, aku tertegun melihat kenyataan bahwa kini aku tau ternyata dulu si fulan berfikir seperti itu. Berusaha memutus sebuah komunikasi dengan seorang akhwat yang dia fikir “komunikasi ini sepertinya salah”. Atas nama dakwah yang terselip niat untuk mencoba membuka kembali komunikasi yang sudah lama terputus. Itu yang ada difikirnya. Sehingga dengan sengaja tidak membalas sms dari seorang akhwat, yang padahal menurut si akhwat sms itu adalah penting.

Padahal tidak terbersit juga di benak si akhwat kalau komunikasi itu adalah untuk “memperbaiki kembali silaturahmi” antara mereka yang sudah lama tidak dilakukan. Jadi ya memang pure untuk membahas qodhoya dakwah, apalagi krn permasalahan itu sudah lama tidak dibahas, seakan terlupakan karena kesibukan akademik masing-masing. Apa mungkin bahasa smsnya ada yg kurang tepat ya? bs jadi ada salah kata shg membuat salah penafsiran. Wallahu a’lam, tp tetaplah berpositif thinking. Memanusiakan manusia.

Nampaknya ini menjadi permasalahan penting yang harus kubahas disini. Aku jadi teringat ketika dulu banyak adek2 akhwat mengeluhkan ikhwan2 padaku. Yaitu karena smsnya tidak dibalas padahal isi smsnya penting dan mendesak. Sudah dikirim berkali2 juga tidak dibalas. Ada akhwat yang sampai khawatir kalau smsnya ke ikhwan tsb malah dikira ajang pdkt. Fikir si akhwat yaitu si ikhwan tidak balas sms karena ingin menjaga hati dan menyangka kalau si akhwat “ada apa-apa” dengan si ikhwan. Waduh…duh…duh.. benar juga. Jangan2 para ikhwan yang tidak balas sms itu pada GR dan berasa jd seleb krn dikejar2 fans atau merasa diganggu paparazi, hehehe. Namun kami tidak kemudian setega itu bersu’udzon.

Aku sebagai yang dituakan harus bisa meredam rasa geregetan mereka. Harus bisa menetralisir keadaan, bukan malah menambah panas, walaupun sebenarnya aku sendiri juga rada geregetan. Kami terus beristighfar dan mencari seribu kemungkinan. Oh mungkin dia sedang tidak punya pulsa (walaupun kami tau si ikhwan kondisinya cukup “berada”). Oh mungkin dia sedang tidur (walau kami tau sms yg kami kirim tidak pada jam malam). Oh mungkin dia sedang sibuk, mungkin baru dibalas nanti, tunggu saja (walau pada akhirnya sms kami juga tidak dibalas, dan kami terlalu lelelah menunggu). Oh mungkin dia sedang banyak pikiran dan amanah jd belum bisa menanggapi, dan lain sebagainya. Pernah beberapa saran terlontar, “Ya sudah di telp saja, dia maunya tu ditelpon”. Namun ternyata beberapa akhwat itu ada yg gengsi. Eh tapi juga ada yang karena pulsanya hanya cukup untuk sms, tidak sanggup kalau telepon. Kasian kan?

Kejadian seperti ini tidak hanya sekali kualami dan tidak pada satu tempat saja. Baik yang di DK maupun di DS. Pun sampai saat ini aku sendiri sering gemas kalau sms penting tapi tidak dibalas. Tapi beberapa diantara akhwat itu juga melapor padaku bahwa kalau si ikhwan itu di sms yang tidak penting malah dibalas, kalau yang penting malah didiemin. Ealah, lha klo gini mungkin karena ikhwan2 itu menjadi tertekan klo disms akhwat yang memaparkan amanah2 dan agenda2 dakwah yang harus segera ditunaikan karena dikejar deadline. Maklumlah, kdg akhwat itu klo bicara/sms ada yang kesannya galak, nadanya mendesak atau menggurui, bahkan memaksa, hehe… Ada juga yang bernada marah fikir si ikhwan, padahal sbenarnya si akhwat tidak marah. Yaah mungkin bisa dibilang lebih ekspresif bahasanya, se-ekspresif hatinya. Karena memang ikhwan dan akhwat itu punya sisi2 perbedaan jadi butuh komunikasi yang baik.

Ada lagi yang karena gengsi / tidak berani / malas untuk telepon si ikhwan dan memutuskan untuk menunggu balasan saja, kemudian berfikir bahwa kalau sampai si ikhwan tidak balas sms, padahal penting, maka memang ikhwan tersebut “Kurang mewanitakan wanita” atau “tidak professional” atau “tidak peka” dll (klo sm2 gengsi lha kapan ketemunya ya?). Tapi kalau akhirnya si ikhwan balas, berarti dia termasuk orang yang bijak dan menghargai orang lain. Sesibuk Rektor Udinus saja ketika di sms, beliau masih menyempatkan untuk balas dan balasnya pun tidak lama. Jadi si akhwat ngetes si ikhwan ni, hehe.

Ada juga kekhawatiran dari akhwat kalau sering2 sms ikhwan nanti dikira tidak menjaga hati dan bukan seorang akhwat yang shalihah. Padahal si akhwat inginnya juga menjaga hati & hijab. Ya sebenarnya kebetulan saja si akhwat menjabat sebagai koordinator para akhwat alias ketua annisa atau sebutan lainnya, jadi ya memang butuh koordinasi kan? Sedangkan pada posisi ikhwan bisa saja mereka berfikir, “Ah, dia tidak shalihah, kurang menjaga hati dan hijab krn sering sms / telp, bgmn dakwah ini bs maju? aku mau cari yang shalihah dan pandai menjaga diri saja ahh…”. Ini bukan sinetron dan bukan rekayasa, apalagi termehek-mehek, hehe… namun ini adalah sebuah fenomena yang coba sy paparkan dan kemudian akan sy coba usulkan rekomendasi perbaikan (wah kayak sidang umum aja nih).

Namun sebelumnya, ada kisah lucu yg akan kuceritakan sebagai penutup dari kasus2 ini. Ada seorang akhwat yang menelepon ikhwan untuk menanyakan suatu hal. Lama telepon itu tidak diangkat2. Setelah dering panggilan di hp si ikhwan itu berakhir, tiba2 dering sms di hp si akhwat terdengar. “Maaf, sms saja.” Singkat dan terkesan dingin sms dr si ikhwan. Langsung deh si akhwat sedikit “nggonduk”, aku sendiri begitu dengar cerita itu malah tertawa, krn ternyata ikhwan tersebut lebih memilih sms daripada telepon. Untuk menjaga hati kali ya. Hmm… bagus2… salut Akh… Akhirnya cara ini yang kemudian kucontoh jika ada telepon berbunyi dr hape-ku yang sudah kukira kalau yg dibicarakan akan ngalor ngidul dan sebagai cara pdkt. Dengan sedikit tambahan redaksi, lebih dipersopan dan tetap tegas, maka kuketik sms : “Maaf, td telpon ya? Ada perlu apa? Dismskan saja ya.” Diplomatis dan tidak ada unsur berbohong kan? Dan cara ini telah teruji kemanjurannya lho, hehehe…

Nah, dari permasalahan2 diatas, bagaimana cara menyikapinya? Sebelumnya, bagi teman2 yang kebetulan membaca tulisan ini, baik ikhwan maupun akhwat, sinta memohon maaf pada beberapa diantara kalian yang mungkin merasa dirinya dibahas dalam tulisan ini. Tulisan ini semata-mata aku buat untuk memperbaiki keadaan yang tentunya untuk kemaslahatan. Karena jika tidak ada niat kebaikan didalamnya, maka tulisan ini akan sia-sia dan aku yang akan kesulitan ketika mempertanggungjawabkannya dihadapan Allah kelak. Jadi nih, saran dariku bagi para ikhwan maupun akhwat yaitu :
1. Meniatkan koordinasi semata karena Allah, ikhlas dan LILLAH, bukan lil-akh.
2. Menjaga hati dan hijab ketika koordinasi.
3. Menggunakan kata2/bahasa yang sopan dan seperlunya dan tidak dibuat2.
4. Terus berlatih untuk professional dan memahami amanah yang diberikan padanya, sehingga bisa baik dan beres dalam menjalankan amanah.
5. Berpositif thinking dan jadilah orang yang sabar.
6. Saling tolong menolong dalam kebaikan.
7. Peka pada permasalahan yang ada, saling memahami dan menghargai orang lain.
8. Mempunyai keinginan untuk sama2 berjuang dan mensukseskan dakwah Islam.
9. Berusaha untuk menjadi pejuang yang mau bekerja keras melayani ummat.
10. Usahakan segera membalas sms penting, jika belum sempat karena mungkin jawabannya panjang, untuk sementara dibalas dgn singkat : Maaf, nanti malam ya sy jawab, atau dengan bahasa lain yang menenangkan. Namun jika smsnya mendesak harus segera dibalas ya cobalah meluangkan waktu untuk mengetik sms, atau kalau mau cepat ya ditelpon balik. Karena kualitas informasi ditentukan oleh 3 hal yaitu : akurat, tepat waktu & relevan (menurut Jogiyanto HM dalam bukunya Analisa dan Perancangan Sistem Informasi : Pendekatan Terstruktur Teori dan Pendekatan Aplikasi Bisnis).

Itu dia 10 tips dari Sinta dalam menangani kasus diatas. Bagi teman2 yang mau nambahin boleh, silakan ditulis di comment. Oiya tp lain keadaannya jika saat sms masuk, hp sedang kita silent krn kuliah / hal penting lain dan posisinya kita tdk tahu, jd wajar kalau telat balas sms.

Lain juga ceritanya kalau isi sms antara ikhwan dan akhwat itu tidak penting dan malah ngalor ngidul. Ini yang harus diperhatikan untuk segera dihentikan. Harus ada yang dengan tegas mengingatkan kalau ada yang salah dalam koordinasi. Saling menasehati dan introspeksi diri. Insya Allah, semoga menjadi amal kebaikan. Wallahu a’lam bishshawab.