Motivator

Rabu, 27 Oktober 2010 06.12 by Sinta_Fabriela
          Belum lama aku mendengar kabar gembira kalau adik2 teman seperjuangan ketika di BAI (Badan Amalan Islam) telah diwisuda. Yang lebih menggembirakan lagi yaitu salah satu diantara mereka ada yang menjadi lulusan terbaik dijurusannya, Sistem Informasi, sama dengan jurusanku. Seorang akhwat mantan kabid annisa penerusku yang aku ingat kalau kami pernah saling memberi motivasi ketika kami bersama-sama membicarakan tentang prestasi. Senang rasanya ternyata dugaanku dan harapanku menjadi kenyataan bahwa dia berhasil menjadi lulusan terbaik.

          "Yunila, kamu kayaknya bisa tuh jd the best graduate, ayo semangat, kita sebagai seorang muslim harus bisa menampilkan yang terbaik, kita kan aktivis dakwah nih, ini bagus untuk dakwah, kalau orang Islam itu harus sukses, biar orang lebih tertarikan pada Islam.” Begitulah kira-kira advice-ku dulu. Dia, yang dulu pernah menjabat sebagai ketua Osis putri YPMI Assalaam itu juga kemudian memberiku semangat untuk menjadi seperti itu pula.

          Jadi ingat juga sama teman akhwat seangkatanku Prapti waktu aku tahu IP-nya tinggi banget. Langsung deh kubilang, “Wah Pe kamu harus bisa jadi lulusan terbaik, nerusin jejak Akh Indra yang juga lulusan terbaik, klo dari BAI banyak yg jadi lulusan terbaik kan sip banget tuh.” Dan seperti biasa juga yang diberi semangat pun menyemangati balik. Dan subhanallah, Prapti pun menjadi the best graduate D3 Teknik Informatika saat wisudanya.

          Selain Yunila dan Prapti, ada juga Ermi anak D3 Kesehatan, mantan sekretarisku, yang saat kelulusan Alhamdulillah dia jadi lulusan terbaik di jurusannya. Saat dulu aku tahu kalau IP-nya juga tinggi dan anaknya rajin mulai deh aku mengeluarkan kata2 yang sama dengan kukatakan pada Prapti dan Yunila. Biasanya ada tambahannya sedikit, yaitu pujian. Pujian sederhana yang semoga tidak membuat yang mendengarnya jd lupa diri karena ada tujuan baik di balik itu. ^_^

          Contohnya seperti ini nih, “Wah, memang ya anak2 BAI itu pinter-pinter. Kakak-kakak kita tu pada jadi asisten dosen, terus pada rajin ikut lomba karya tulis, menang lagi.” Secara tidak langsung cara ini bisa memberikan sugesti positif bahwa “aku itu pintar” sehingga kemudian secara otomatis akan mendorong kita kalau “aku harus menjadi pintar” untuk kemudian kita dengan sendirinya akan bertindak untuk mencari cara menuju “pintar” itu dan melakukannya.

          Ada lagi kisah yang sedikit berbeda. Aku punya teman, teman seperjuangan. Sedang semangat-semangatnya wirausaha. Karena aku juga punya minat di wirausaha, maka obrolan kamipun nyambung. Dia punya impian untuk sukses dengan usaha desain grafisnya. Walaupun beda ‘jurusan wirausahanya’ denganku tapi no problem karena desain grafis termasuk dalam lingkup IT yang juga menjadi makananku sehari-hari (selain nasi dan lauk-pauk, hehe).

          Syukron mbak buat doa dan motivasinya, wah antum kayaknya berbakat jadi motivator, jadi motivator aja mbak biar orang-orang jadi termotivasi, hehe.”

          Tweweweng…. Saat itu aku baru tersadar kalau aku punya kebiasaan seperti itu. Ya semoga itu bermanfaat untuk orang lain. Soalnya kalau melihat orang lain sukses kan ya kita ikut senang. Setelah diingat-ingat mungkin aku tertular virus dari ayah kali ya. Beliau biasa memotivasi anaknya (ya jelas wong anaknya), bahkan mungkin sedikit mendikte. Namun dengan tetap menerapkan asas demokrasi dan luber tentunya, hehe emang pemilu.

          Nah kembali pada motivasi yang diawal tadi yaitu tentang menjadi lulusan terbaik. Ternyata aku sendiri yang sering memotivasi tidak berhasil mencapainya. Susah juga ternyata. Beberapa kompetitor berat ternyata tidak bisa aku kalahkan bahkan sejak semester 1 sudah aku putuskan kalau aku harus bisa mengalahkan mereka di semester 2 dan seterusnya tp kok ya ga bisa2. Yah memang dasarnya udah pintar bawaan lahir, jadi temanku itu dari SMA juga memang sekolahnya di SMA ter-favorit dikotanya yaitu TEGAL. Ealah kalah karo wong Tegal.

          Yang tak dinyana-nyana eh ternyata aku kalah juga sama adik kelas yang jd juniorku dulu di himpunan mahasiswa jurusan, aku lulus 4,5 tahun, dia lulus 3,5 tahun dan dialah peraih IP tertinggi jurusan Sistem Informasi saat wisudaku. Kalau yang ini anak Kudus dan sekarang dia sedang lanjut S2 di Malaysia. Duhduh… ayo Semarang bangkit donk.

          Lantas, apakah kemudian sang motivator dikatakan tidak berhasil memotivasi dirinya sendiri? hehe. Silahkan para pembaca menjawab dengan analisanya masing2. Aku tidak malu atas kegagalanku ini, walaupun memang sempat kecewa. Sejujurnya saat itu ada kegelisahan dalam benakku kalau-kalau kurang bisa mempertanggungjawabkan sebagai lulusan terbaik dengan bukti nyata yang amazing dan OK punya. Aku tidak malu karena aku merasa sudah berusaha keras dan hasil yang kudapatkan ini adalah hasilku sendiri (dengan bantuan dan ridho Allah juga tentunya), berbeda dengan teman2 (tapi tidak semua) yang IP-nya tinggi tapi ada terselip hasil contekan atau kepek-an. Maka aku pun harus bisa bersyukur.

          Usut punya usut, aku fikir perbedaan gender ada pengaruhnya. Ternyata penghuni dunia IT itu lebih banyak laki-lakinya dibanding perempuan, bahkan selisihnya jauh sekali. Skill terjun ke lapangan lebih banyak didominasi oleh kaum Adam, kemampuan untuk tetap bertahan dengan dunia IT pun juga (wah ini mah mencari pembelaan diri, hehe).

          Bayangkan saja, untuk membuat sebuah program aku harus begadang hingga jam 2 - 3 dini hari, siang tidak tidur, asalkan tidak kecapekan beraktifitas diluar rumah, padahal organisasi dan bisnis-ku juga harus diurusi kan. Pernah juga tidak tidur sampai pagi. Setelah aku tanya2 ke teman2 lain pun ternyata sama. Ya memang begini, jadi seperti kelelawar aja, jam terbangnya malam hari. Tapi untuk hal begadang seperti ini tidak hanya orang IT saja kok. Temanku yang orang2 teknik juga biasa seperti itu. Lagi-lagi teknik juga memang didominasi laki-laki kan? hahaha…

          Yasudahlah semua sudah terlewati dan menjadi masa lalu yang tidak bisa terulang dan tak bisa kita ubah. Maka untuk apa kita gelisah terhadap hal yang tidak bisa kita ubah? Mari kita berbicara dengan keimanan karena Allahlah Yang Maha Tahu apa yang terbaik untuk hamba-Nya. Dengan kebersihan hati insya Allah keikhlasan bisa diraih. Hanya kepada-Mu-lah Ya Allah tempat diri ini bergantung. Diri yang lemah ini akan selalu butuh motivasi dan bimbingan dari-Mu. Dan ternyata, sang motivator pun tetap butuh motivasi.

Semarang, 25 Oktober 2010
00.43 WIB

2 Response to "Motivator"

  1. ADIB Says:

    ehhh nemu blognya mbk shinta

  2. Sinta_Fabriela Says:

    wah kok bahasanya persis kyk comment sy ke blog antum..