Ummu Sulaim untuk Abu Thalhah 2

Senin, 17 Oktober 2011 22.11 by Sinta_Fabriela
            Mungkin sebagian orang yang membaca blog ini akan bertanya2, ngapain sih Sinta posting orang nggitar segala? Siapa orang itu? Sebenernya sih aku sendiri juga tidak tahu siapa sosok itu, asal ambil aja sih dari youtube.. hehe. Mungkin karena suka dengan petikannya, smoothly dan pas banget rasanya. Lantas kemudian apa hubungannya tulisan ini dengan judul diatas? Atau mungkin dengan postingan sebelumnya yaitu gitar akustik tadi? Setelah sekian lama dirancang akhirnya baru sekarang tulisan ini bisa di posting. Tujuannya adalah untuk mengklarifikasi postingan akustik itu, juga untuk meneruskan tulisanku dengan judul yang sama pada bagian 1. Dikarenakan ada kaitannya, maka kutulis dalam satu postingan ini.

             Ayat-ayat Cinta. Sebuah film layar lebar yang cukup menggebrak dunia perfilman karena mengisahkan cerita Islami yang ‘berbeda’. Mengapa kubilang berbeda, adalah karena diangkat dari sebuah novel yang ditulis oleh seseorang yang faqih terhadap ilmu agama. Film ini Alhamdulillah bisa menggambarkan karakter Islam yang mungkin bagi sebagian orang masih dianggap aneh dan sulit diterapkan di Indonesia. Walaupun menurutku ada kekurangan juga dalam film garapan Hanung itu. Tapi aku tetap ingin berterimakasih padanya karena dengan melihat film itu, masyarakat Indonesia menjadi lebih welcome dengan jilbab lebar, dengan sistem ta’aruf dan tata cara pernikahan Islami. Lantas dengan poligami-nya? Hmm.. kalau untuk yang satu ini no comment deh, belum ada minat untuk membahasnya.

             Ternyata Ayat-ayat Cinta (AAC) ini selain berdampak positif tadi, juga berdampak pada impian dan harapan para pemuda-pemudi Indonesia, efeknya bisa positif bisa juga negatif. Novel maupun film AAC menjadi sangat menarik karena menampilkan sosok-sosok hebat yang akhirnya menjadi idola banyak orang. Gambaran karakter yang sengaja dibentuk adalah sosok lelaki berkarakter kuat dengan segala kelebihannya yang mungkin mendekati sempurna untuk ukuran orang zaman sekarang (bukan di zaman Nabi). Sedangkan untuk sosok wanitanya juga begitu, cantik, shalilah, kaya, apalagi yang kurang?

             Maka pada saat kedua sosok yang sama-sama ‘indah’ itu bertemu dalam ikatan pernikahan, pastilah akan banyak orang tersihir dan lantas mendambakannya. Ini fakta yang kuhimpun dari pendapat teman2. Mungkin memang tidak ada salahnya ketika kita menginginkan kebahagiaan dengan hal2 yang kita fikir dapat membahagiakan kita. Namun juga perlu diingat, tidak semua hal yang kita inginkan dapat terwujud, termasuk dalam hal yang satu itu. Kalaupun ada yang berhasil mendapatkannya, mungkin tidak sebanyak yang tidak mendapatkannya. Relatif memang, karena ini bukan menjadi ukuran yang pasti seperti pastinya sebuah rumus matematika. Maka dikarenakan sifatnya yang relatif itulah, semoga kita bisa menyesuaikannya dengan ukuran kita dan tentunya dengan sesuatu yang disyariatkan Allah. Maka se-kufu menjadi salah satu pertimbangan yang diajarkan selain dengan pertimbangan2 yang lain tentunya.

           Nah, terus bagaimana dengan Ummu Sulaim? Kukira dia juga akan berfikir dan menginginkan sosok pendamping yang dapat membimbingnya menuju sukses dunia akhirat. Perbedaannya adalah, Ummu Sulaim siap dengan perjuangan yang harus dia perjuangkan pada start awal pernikahannya. Kalau pada zaman itu orang yang memeluk Islam masih sedikit sehingga tantangan yang datang pada Ummu Sulaim adalah orang yang melamarnya belum beragama Islam, maka jika boleh kuibaratkan dengan zaman modern sekarang ini, tantangan yang datang adalah sosok pelamar yang belum terlalu paham terhadap agama. Ataupun jika sudah paham, maka bisa jadi ada perbedaan pada pola fikir, visi misi dan pada cara dakwah yang dilakukan. Nah loh… adakah yang pernah mengalaminya? ^_^

             Memilih pasangan hidup itu tidak seperti memilih pekerjaan yang ketika sudah tidak cocok bisa dengan mudah berganti pada yang cocok, atau ibarat sebuah kapal yang berlabuh di pantai, lalu nanti akan pergi lagi. Menikah adalah sesuatu yang sakral dan kita harapkan hanya terjadi sekali seumur hidup. Oleh karenanya, kita akan menjadi sangat berhati-hati ketika memilih dan menerima. Dengan menentukan visi dan misi menikah insya Allah jalan akan terasa lebih terang dan terstruktur, tentunya dengan senantiasa menyertakan Allah pada setiap pilihan2 dalam hidup kita. Sesungguhnya kita telah sadar bahwa diri kita ini begitu lemah dan senantiasa butuh pertolongan dari-Nya. Allah akan selalu mendengarkan doa hamba2-Nya jika hamba-Nya pun mau mendengarkan-Nya.

             Sedangkan aku, mungkin belum sehebat Ummu Sulaim. Wallahu a'lam. Maafkanlah aku.

0 Response to "Ummu Sulaim untuk Abu Thalhah 2"